Mungkin juga nantinya kita bisa berkunjung ke sana untuk melihat langsung apa yang terjadi di sana, semacam special envoy (utusan khusus) dari parlemen
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengatakan bahwa Komite Politik ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) berencana mengunjungi Myanmar untuk melihat langsung kondisi masyarakat di sana.
“Mungkin juga nantinya kita bisa berkunjung ke sana untuk melihat langsung apa yang terjadi di sana, semacam special envoy (utusan khusus) dari parlemen,” kata Fadli Zon dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Di mana, Fadli menyebut Komite Politik pada Sidang Umum AIPA ke-44 menyepakati parlemen anggota AIPA membentuk tim dalam memonitor upaya pencapaian damai di Myanmar guna memantau pelaksanaan lima poin kesepakatan ASEAN (Five-point Consensus ASEAN) yang telah disepakati negara-negara Asia Tenggara.
“Soal Myanmar kita akan membentuk satu badan atau satu komite, mungkin komite ad hoc untuk memonitor pelaksanaan five point consensus dari sisi parlemen,” ucapnya.
Dia mengatakan rencana utusan khusus itu seperti satuan tugas (task force) yang dikirimkan Inter-Parliamentary Union (IPU) terkait konflik Rusia-Ukraina untuk memantau kondisi masyarakat kedua negara yang terdampak perang, sebagaimana yang disepakati dalam Sidang Umum IPU ke-144 di Indonesia pada 2022.
Baca juga: BKSAP: Sidang komisi politik AIPA sepakati komite ad hoc soal Myanmar
Baca juga: BKSAP DPR dukung pendirian forum BEPF
Fadli lantas menceritakan pengalaman pribadinya menjadi perwakilan dari parlemen Asia Pasifik dalam Task Force IPU yang mengunjungi wilayah Rusia dan Ukraina, serta berdialog dengan parlemen Ukraina.
"Saya bagian 1 dari 8 orang yang ke sana. Setiap wilayah geopolitik ada satu perwakilan, saya mewakili Asia Pasifik. Ada 8 orang seluruh dunia kita datang juga ke Kiev dan juga ke Moskow," katanya.
Meski demikian, Fadli menuturkan bahwa pengiriman utusan khusus dari AIPA ke Myanmar itu belum menjadi sebuah keputusan resmi karena masih ada perdebatan di antara anggota parlemen AIPA.
“Melalui proses perdebatan yang cukup panjang. Nanti dari hasil resolusi ini kita terjemahkan realisasinya, bentuknya seperti apa. Nanti akan dibahas lagi, kita harapkan tidak terlalu lama lagi. Kita akan mencoba menjemput bola," tuturnya.
Fadli pun berharap AIPA akan menyepakati pengiriman utusan khusus sebagai upaya peran parlemen negara-negara ASEAN untuk mengambil peran yang lebih besar dalam memfasilitasi dialog inklusif bagi rekonsiliasi di Myanmar.
Dengan mengirimkan utusan khusus, menurutnya AIPA akan dinilai dapat lebih berkontribusi dalam penyelesaian konflik di Myanmar lantaran bisa melihat langsung dampak dari krisis yang terjadi di negara tersebut.
“Kita berharap demikian, tapi belum sebuah keputusan. Tapi ini adalah satu langkah kita membuka diri untuk membentuk suatu macam komite ad hoc untuk parliamentary visit ke sana," kata Fadli.
Selain menyepakati pembentukan tim monitoring untuk mencapai perdamaian di Myanmar, Komite Politik AIPA juga menghasilkan enam draf resolusi, di mana dua di antaranya merupakan usul dari Indonesia. Pertama, Resolusi Menjaga Perdamaian, Keamanan, dan Stabilitas Kawasan melalui Dialog dan Kolaborasi (Resolution on Maintaining Regional Peace, Security and Stability through Dialogue and Collaboration).
Kedua, Resolusi Kerjasama Parlemen dalam Berkontribusi pada Perdamaian Jangka Panjang di Myanmar (Resolution on Parliamentary Cooperation in Contributing to Long-lasting Peace in Myanmar).
Baca juga: BKSAP DPR dorong ASEAN jadi pusat pertumbuhan di sidang AIPA
Baca juga: BKSAP DPR kutuk keras serangan Israel di Masjidilaksa
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023